Sedekah Bumi di
Kabupaten Tegal
Pelaksanaan
tradisi sedekah bumi diwujudkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan, karena tradisi ini sudah mendarah daging dengan
kehidupan masyarakat setempat. Oleh karena itu rasa tanggung jawab yang besar
sebagai generasi penerus akan terus menuntun dalam melestarikan dan mewariskan
tradisi ke anak cucu dikemudian hari. Berikut merupakan prosesi tradisi sedekah
bumi masyarakat Margadana Kota Tegal.
A.
Prosesi Arak-arakan Sedekah Bumi
Modin yaitu
aparat desa di bidang urusan agama dengan menaburkan sesaji yang didampingi
pemangku adat, kelompok Jebeng-tulik yaitu kelompok muda-mudi, Jebeng membawa
sesaji (jenang beras warna merah dan putih dengan dilengkapi air), sedangkan
tulik mendampingi dengan membawa payung untuk menghindari sinar matahari.
Berikutnya kelompok ibu-ibu PKK, diikuti kelompok aparat desa yaitu kepala desa
dan staf, serta masyarakat yang melibatkan diri dalam prosesi ritual sedekah
bumi. Terakhir adalah kelompok masyarakat yang mengikuti perjalanan ritual ini,
sebagai penggembira dan menambah maraknya suasana. Disambut oleh warga yang
tidak mengikuti arak-arakan dengan menggelar tikar atau alas duduk lainnya dan
menyiapkan sarana slametan, diawali dengan pembacaan do’a, dan dilanjutkan
dengan bahasa Arab, sebagai pernyataan niat diselenggarakan slametan dan
dilanjutkan makan bersama. Dalam acara slametan tampak suasana keakraban
seluruh warga yang tidak mengenal status sosial ataupun umur, mereka
bersamasama mengadakan ritual untuk kebutuhan bersama, dari tahun ketahun.
B.
Pembacaan Doa
Sebelum
do’a-do’a dibacakan dipanjatkan bersama, sambil menunggu warga terkumpul semua
disiapkan dupa atau kemenyan yang berisi kayu arang dan kemenyan kemudian
dibakar di atas nampan yang dibuat dari tanah liat kemudian diletakkan di atas
tampah yang berisi bunga-bunga seperti mawar merah, kantul dan bunga lainnya.
Dupa ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang menghalangi acara ritual,
dalam logat Jawanya, “Tiyang ajeng mara tamu niku kedahe li permisi kaleh
tiyang alus sing ajen kulo suwuni sawabiyah sawa pandongane gusti kang Maha
Kuaos supados diparingi slamet sedaya, lha niku ngobonge menyan”. (CLW 1)
Orang akan
bertamu itu harusnya kan minta ijin dengan makhluk halus yang akan saya mintai
sawabiyah dan do’a-do’anya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya semuanya diberi
keselamatan, yaitu dengan membakar kemenyan.
Ditekankan
lagi bahwa dupa itu hanya sebagai pembukaan dan tidak mempunyai sanksi-sanksi
apa-apa. Setelah itu pembacaan do’a dimulai dengan inti memohon keselamatan
dunia dan akhirat, supaya kehidupan warga Desa Margadana seluruhnya jangan
sampai mengalami segala macam kesusahan terutama dalam hal pertanian dan
perindustrian khususnya.
C.
Tukar-menukar Berkatan
Selesai
pembacaan do’a yang dipimpin oleh modin (aparat desa) kemudian warga
dipersilahkan untuk saling merebut berkatan sebanyak-banyaknya siapapun yang
mendapatkan berkatan itu akan mendapat rejeki yang banyak, penghidupannya akan
semakin layak.
D.
Pertunjukan Kesenian Wayang Kulit
Pertunjukan
Wayang kulit ini sebagai tindak lanjut dari acara ritual sedekah bumi, yang
dilaksanakan di dekat makam sebagai makam leluhur bagi masyarakat setempat yang
dinamakan Mbah Buyut.
Pertunjukan
wayang kulit dilaksanakan dalam setiap tahunnya, pada hari jum’at kliwon
sebagai hiburan terakhir yang sekaligus kegemaran Mbah Buyut. Dengan maksud
untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti
gagal panen yang dapat menurunkan pendapatan masyarakat karena sebagian besar
penduduk desa setempat adalah petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar