sugeng rawuh

Selasa, 03 Juni 2014

Alat Musik Tradisional Jawa Tengah


Alat Musik Tradisional Jawa Tengah
Mengenai alat musik tradisional Jawa Tengah sebenarnya tidak beda jauh dengan alat musik tradisional Jawa Barat. Oleh karena itu di dalam artikel ini saya akan menceritakan lebih khusus lagi tentang sejarah alat musik tradisional Jawa Tengah yang patut untuk disimak dan diketahui. Namun sebelum itu, saya akan menuliskan sedikit tentang profil Provinsi Jawa tengah.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Provinsi yang berada paling tengah di Pulau Jawa adalah Provinsi Jawa Tengah. Dan Provinsi Jawa tengah ini sendiri sebenarnya mencakup Daerah Isitimewa Yogyakarta yang berada dibagian wilayah dari Provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di bagian barat, dan Laut Jawa di sebelah utara. Termasuk Pulau Nusa Kambangan yang berada di sebelah selatan, serta pulau karimun jawa di laut jawa adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat.
Ada yang menyebut bahwa Provinsi Jawa Tengah ini adalah jantung dari kebudayaan yang ada di Pulau Jawa. Meskipun begitu bukan berarti di Provinsi Jawa Barat ini tidak ada suku lain selain suku Jawa. Pada kenyataannya terdapat banyak sekali berbagai macam suku yang tinggal wilayah ini selain Suku Jawa yang tetap hidup dengan harmonis. Ada bangsa Arab-Indonesia, ada India-Indonesia bahkan warga Tionghoa-Indonesia juga ada di sana.
Khusus mengenai alat musik tradisional Jawa Tengah yang sebenarnya hampir tidak jauh berbeda dengan alat musik tradisional Jawa Barat, maka saya akan menyampaikan sedikit saja tentang alat musik tradisional di Provinsi Jawa Tengah berikut ini.
Inilah Alat Musik Tradisional Jawa Tengah
Angklung
Tidak berbeda dengan Angklung yang berasal dari Jawa Barat. Angklung yang ada di Jawa Tengah ini juga merupakan alat musik tradisional yang dibuat dari bambu dan cara memainkannya dengan digoyang hingga ruas-ruas bambu tersebut bersentuhan dan menghasilkan suara yang khas. Saya akan ceritakan sejarah angklung lebih jauh lagi di dalam artikel ini.
Gamelan
Gamelan adalah jenis alat musik pukul yang biasanya dipadu dengan berbagai alat musik lainnya seperti metalofon, gong, gendang, dan gambang. Bahkan pada abad ke-18 gong itu dianggap merupakan sinonomi dari gamelan. Gamelan ini terbuat dari lempengan-lempengan logam yang disusun diatas sebuah kotak kayu yang digantung dengan tali secara mendatar. Tiap-tiap potongan logam berbeda panjang untuk menghasilkan perbedaan tangga nada yang dihasilkan.
Berikut ini adalah Sejarah Alat Musik Tradisional Jawa Tengah
Sejarah Angklung
Pada awalnya, angklung sebenarnya digunakan oleh pemerintah kita di tahun 1971 saat itu sebagai salah satu alat untuk diplomasi budaya. Bahkan penyebaran alat musik tradisional Jawa Tengah yang satu ini menyebar sampai ke manca negara. Tercatat lebih dari 8.000 sekolah di Korea Selatan mempelajari Angklung sebagai salah satu mata pelajaran mereka di sekolah. Demikian juga di Skotlandia dan Argentina.
Dimulai tahun 2002, pemerintah kita melalui Departemen Luar Negeri telah membuka kesempatan kepada para pelajar yang berasal dari luar negeri untuk mempelajari angklung di Indonesia. Dan Angklung ini tidak hanya lagi sekedar alat musik yang menjadi kebanggaan negara kita, bahkan menjadi salah satu media yang memupuk rasa persaudaraan berbagai bangsa di dunia. Bahkan negara-negara luar tahu tentang filosofi angklung ini, yaitu 5 M (mudah, menarik, meriah, mendidik, massal).
Tidak tanggung-tanggung, bahkan ada bukti tertulis tentang penggunaan Angklung tertua dalam sejarah Indonesia. Yaitu seperti yang tertulis di Prasasti Cibadak. Di prasasti tersebut tertulis tahun 1031 SM atau 952 Saka yang terletak di Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Tertulis juga diprasasti tersebut bahwa Sri Jayabuphati sebagai Raja Sunda di masa itu menggunakan angklung dalam berbagai upaca keagamaan.
Bukti lain juga terdapat dalam sebuah buku Nagara Kartagama tertulis tahun 1359 yang menjelaskan bahwa di zaman itu angklung telah digunakan untuk menyambut para tamu kerajaan dan untuk memeriahkan acara-acara pesta di beberapa kerajaan. Dari sagi kata “angklung” itu berasal dari dua suku kata alam bahasa sunda yaitu “Angka” yang artinya nada dan kata “lung” yang berarti pecah. Jika digabungkan maka Angklung itu artinya alat musik yang bernada pecah.
Sejarah Gamelan
Menurut sejarah, alat musik Gamelan ini dimulai dengan masuknya budaya Hindu-Budha yang saat pada masa itu mendominasi beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Tengah. Pada zaman kerajaan Majapahit instrumen gamelan ini terus dikembangkan. Dalam kebudayaan Jawa ada yang menyebutkan bahwa Sang Hyang Guru pada Era Saka yang merupakan dewa yang saat itu diyakini sebagai penguasa tanah jawa adalah yang menciptakan Gamelan.
Ukiran yang bergambar alat musik tradisional Jawa Tengah satu ini pertama kali ditemukan di Candi Borobudur, kota Magelang Jawa Tengah. Yang mana kita tahu bahwa Candi Borobudur sendiri dibangun pada abad ke-8. Selain Gamelan beberapa alat musik lainnya seperti suling bambu, gendang, lonceng, kecapi, dan lain sebagainya juga ditemukan di dalam relief di Candi Borobudur tersebut.
Nah, itulah sejarah singkat tentang dua buah alat musik tradisional Jawa Tengah yang terkenal bahkan telah mendunia ini. Maka menjadi tugas kita lah untuk melestarikan dan menjaga kekayaan budaya dan kesenian yang ada di tanah Jawa khususnya, dan umumnya di seluruh pelosok nusantara.

Sedekah Bumi di Kabupaten Tegal


Sedekah Bumi di Kabupaten Tegal
Pelaksanaan tradisi sedekah bumi diwujudkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, karena tradisi ini sudah mendarah daging dengan kehidupan masyarakat setempat. Oleh karena itu rasa tanggung jawab yang besar sebagai generasi penerus akan terus menuntun dalam melestarikan dan mewariskan tradisi ke anak cucu dikemudian hari. Berikut merupakan prosesi tradisi sedekah bumi masyarakat Margadana Kota Tegal.
A.      Prosesi Arak-arakan Sedekah Bumi
Modin yaitu aparat desa di bidang urusan agama dengan menaburkan sesaji yang didampingi pemangku adat, kelompok Jebeng-tulik yaitu kelompok muda-mudi, Jebeng membawa sesaji (jenang beras warna merah dan putih dengan dilengkapi air), sedangkan tulik mendampingi dengan membawa payung untuk menghindari sinar matahari. Berikutnya kelompok ibu-ibu PKK, diikuti kelompok aparat desa yaitu kepala desa dan staf, serta masyarakat yang melibatkan diri dalam prosesi ritual sedekah bumi. Terakhir adalah kelompok masyarakat yang mengikuti perjalanan ritual ini, sebagai penggembira dan menambah maraknya suasana. Disambut oleh warga yang tidak mengikuti arak-arakan dengan menggelar tikar atau alas duduk lainnya dan menyiapkan sarana slametan, diawali dengan pembacaan do’a, dan dilanjutkan dengan bahasa Arab, sebagai pernyataan niat diselenggarakan slametan dan dilanjutkan makan bersama. Dalam acara slametan tampak suasana keakraban seluruh warga yang tidak mengenal status sosial ataupun umur, mereka bersamasama mengadakan ritual untuk kebutuhan bersama, dari tahun ketahun.
B.      Pembacaan Doa
Sebelum do’a-do’a dibacakan dipanjatkan bersama, sambil menunggu warga terkumpul semua disiapkan dupa atau kemenyan yang berisi kayu arang dan kemenyan kemudian dibakar di atas nampan yang dibuat dari tanah liat kemudian diletakkan di atas tampah yang berisi bunga-bunga seperti mawar merah, kantul dan bunga lainnya. Dupa ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang menghalangi acara ritual, dalam logat Jawanya, “Tiyang ajeng mara tamu niku kedahe li permisi kaleh tiyang alus sing ajen kulo suwuni sawabiyah sawa pandongane gusti kang Maha Kuaos supados diparingi slamet sedaya, lha niku ngobonge menyan”. (CLW 1)
Orang akan bertamu itu harusnya kan minta ijin dengan makhluk halus yang akan saya mintai sawabiyah dan do’a-do’anya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya semuanya diberi keselamatan, yaitu dengan membakar kemenyan.
Ditekankan lagi bahwa dupa itu hanya sebagai pembukaan dan tidak mempunyai sanksi-sanksi apa-apa. Setelah itu pembacaan do’a dimulai dengan inti memohon keselamatan dunia dan akhirat, supaya kehidupan warga Desa Margadana seluruhnya jangan sampai mengalami segala macam kesusahan terutama dalam hal pertanian dan perindustrian khususnya.
C.      Tukar-menukar Berkatan
Selesai pembacaan do’a yang dipimpin oleh modin (aparat desa) kemudian warga dipersilahkan untuk saling merebut berkatan sebanyak-banyaknya siapapun yang mendapatkan berkatan itu akan mendapat rejeki yang banyak, penghidupannya akan semakin layak.
D.      Pertunjukan Kesenian Wayang Kulit
Pertunjukan Wayang kulit ini sebagai tindak lanjut dari acara ritual sedekah bumi, yang dilaksanakan di dekat makam sebagai makam leluhur bagi masyarakat setempat yang dinamakan Mbah Buyut.
Pertunjukan wayang kulit dilaksanakan dalam setiap tahunnya, pada hari jum’at kliwon sebagai hiburan terakhir yang sekaligus kegemaran Mbah Buyut. Dengan maksud untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti gagal panen yang dapat menurunkan pendapatan masyarakat karena sebagian besar penduduk desa setempat adalah petani.

Upacara Adat Mitoni di Jawa Tengah


Upacara Adat Mitoni di Jawa Tengah
Seperti yang kita mafhum bersama bahwa negeri kita Indonesia merupakan sebuah negeri kepulauan yang tiap pulau terdapat berbagai macam kebudayaan tradisional yang beraneka ragam. Di antara tradisi yang beragam itu kita ingin membahas salah satu upacara adat yang terdapat di Jawa Tengah khususnya Surakarta yang disebut dengan Tingkepan atau Mitoni. Upacara adat Tingkepan atau Mitoni sendiri merupakan sebuah upacara adat yang dilaksanakan untuk memperingati kehamilan pertama ketika kandungan sang ibu hamil tersebut memasuki bulan ke tiga, lima dan puncaknya ke tujuh bulan. Adapun maksud dan tujuan dari digelarnya upacara adat ini adalah untuk mensucikan calon ibu berserta bayi yang di kandungnya, agar selalu sehat segar bugar dalam menanti kelahirannya yang akan datang.
Kronologi singkat dari upacara tingkepan ini sendiri adalah menggelar selametan pada bulan ketiga, lima dan kemudian puncaknya adalah pada bulan ke tujuh sang ibu hamil pun menggelar sebuah prosesi upacara berupa memandikan atau mensucikan calon ibu berserta bayi yang di kandung, agar kelak segar bugar dan selamat dalam menghadapi kelahirannya.
Pertama-tama sang calon ayah dan calon ibu yang akan melakukan upacara Tingkepan duduk untuk menemui tamu undangan yang hadir untuk menyaksikan upacara Tingkepan ini di ruang tamu atau ruang lain yang cukup luas untuk menampung para undangan yang hadir. Setelah semua undangan hadir maka barulah kemudian sang calon ibu dan ayah inipun di bawa keluar untuk melakukan ritual pembuka dari acara tingkepan itu sendiri yakni sungkeman. Sungkeman adalah sebuah prosesi meminta maaf dan meminta restu dengan cara mencium tangan sambil berlutut. Kedua calon ayah dan calon ibu dengan diapit oleh kerabat dekat diantarkan sungkem kepada eyang, bapak dan ibu dari pihak pria, kepada bapak dan ibu dari pihak puteri untuk memohon doa restu. Baru kemudian bersalaman dengan para tamu lainnya.
Setelah acara sungkeman selesai barulah kemudian digelar upacara inti yakni memandikan si calon ibu setelah sebelumnya peralatan upacara tersebut telah dipersiapkan. Alat-alat dan bahan dalam upacara memandikan ini sendiri adalah antara lain bak mandi yang dihias dengan janur sedemikian rupa hingga kelihatan semarak, alas duduk yang terdiri dari klosobongko, daun lima macam antara lain, daun kluwih, daun alang-alang, daun opo-opo, daun dadapserat dan daun nanas. Jajan pasar yang terdiri dari pisang raja, makanan kecil, polo wijo dan polo kependem, tumpeng rombyong yang terdiri dari nasi putih dengan lauk pauknya dan sayuran mentah. Baki berisi busana untuk ganti, antara lain kain sidoluhur; bahan kurasi; kain lurik yuyu sukandang dan morikputih satu potong; bunga telon yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga; cengkir gading dan parang serta beberapa kain dan handuk.
Setelah semua bahan lengkap tersedia maka barulah kemudian si calon ibu pun di mandikan. Pertama-tama yang mendapat giliran memandikan biasanya adalah nenek dari pihak pria, nenek dari pihak wanita, dan kemudian barulah secara bergiliran ibu dari pihak pria, ibu dari pihak wanita, para penisepuh yang seluruhnya berjumlah tujuh orang dan kesemuanya dilakukan oleh ibu-ibu. Disamping memandikan, para nenek dan ibu-ibu ini pun diharuskan untuk memberikan doa dan restunya agar kelak calon bayi yang akan dilahirkan dimudahkan keluarnya, memiliki organ tubuh yang sempurna (tidak cacat), dan sebagainya.
Sementara itu, ketika calon ibu dimandikan maka yang dilakukan oleh calon ayah berbeda lagi yakni mempersiapkan diri untuk memecah cengkir (kelapa muda) dengan parang yang telah diberi berbagai hiasan dari janur kelapa. Proses memecah cengkir ini sendiri hanya sekali ayun dan harus langsung terbelah menjadi dua bagian. Maksud dari hanya sekali ayun dan harus langsung terbelah ini sendiri adalah agar kelak ketika istrinya melahirkan sang anak tidak mengalami terlalu banyak kesulitan. Setelah semua upacara itu terlewati, langkah selanjutnya adalah sang calon ayah dan calon ibu yang telah melakukan upacara tersebut pun diiring untuk kembali masuk kamar dan mengganti pakaian untuk kemudian bersiap melakukan upacara selanjutnya yakni memotong janur. Prosesi memotong janur ini sendiri adalah pertama-tama janur yang telah diambil lidinya itu dilingkarkan ke pinggang si calon ibu untuk kemudian dipotong oleh si calon ayah dengan menggunakan keris yang telah dimantrai. Proses memotong ini sama seperti halnya ketika memecah cengkir, sang calon ayah harus memotong putus pada kesempatan pertama.
Setelah selesainya upacara memotong janur ini pun kemudian dilanjutkan dengan upacara berikutnya yakni upacara brojolon atau pelepasan. Upacara brojolan ini sendiri adalah sebuah upacara yang dilakukan oleh calon ibu sebagai semacam simulasi kelahiran. Dalam upacara ini pada kain yang dipakai oleh calon ibu dimasukkan cengkir gading yang bergambar tokoh pewayangan yakni Batara Kamajaya dan Batari Kamaratih. Tugas memasukkan cengkir dilakukan oleh ibu dari pihak wanita dan ibu dari pihak pria bertugas untuk menangkap cengkir tersebut di bawah (antara kaki calon ibu). Ketika cengkir itu berhasil ditangkap maka sang ibu itu pun harus berucap yang jika dibahasa Indonesiakan berbunyi, “Pria ataupun wanita tak masalah. Kalau pria, hendaknya tampan seperti Batara Kamajaya dan kalau putri haruslah cantik layaknya Batari Kamaratih.” Kemudian seperti halnya bayi sungguhan, cengkir yang tadi ditangkap oleh ibu dari pihak pria ini pun di bawa ke kamar untuk ditidurkan di kasur.
Langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh calon ibu ini pun harus memakai tujuh perangkat pakaian yang sebelumnya telah disiapkan. Kain-kain tersebut adalah kain khusus dengan motif tertentu yaitu kain wahyutumurun, kain sidomulyo, kain sidoasih, kain sidoluhur, kain satriowibowo, kain sidodrajat, kain tumbarpecah dan kemben liwatan.
Pertama, calon ibu mengenakan kain wahyutumurun, yang maksudnya agar mendapatkan wahyu atau rido yang diturunkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa.
Kedua, calon ibu mengenakan kain sidomulyo, yang maksudnya agar kelak hidupnya mendapatkan kemuliaan.
Ketiga, calon ibu mengenakan kain sidoasih, maksudnya agar kelak mendapatkan kasih sayang orang tua, maupun sanak saudara.
Keempat, calon ibu mengenakan busana kain sidoluhur, maksud yang terkandung di dalamnya agar kelak dapat menjadi orang yang berbudi luhur.
Kelima, calon ibu mengenakan kain satriowibowo, maksudnya agar kelak dapat menjadi satria yang berwibawa.
Keenam, calon ibu mengenakan busana kain sidodrajat, terkandung maksud agar kelak bayi yang akan lahir memperoleh pangkat dan derajat yang baik.
Ketujuh, calon ibu mengenakan busana kain tumbarpecah dan kemben liwatan yang dimaksudkan agar besok kalau melahirkan depat cepat dan mudah seperti pecahnya ketumbar, sedangkan kemben liwatan diartikan agar kelak dapat menahan rasa sakit pada waktu melahirkan dan segala kerisauan dapat dilalui dengan selamat.
Sambil mengenakan kain-kain itu, ibu-ibu yang bertugas merakit busana bercekap-cakap dengan tamu-tamu lainnya tentang pantas dan tidaknya kain yang dikenakan oleh calon ibu. Kain-kain yang telah dipakai itu tentu saja berserakan dilantai dan karena proses pergantiannya hanya dipelorotkan saja maka kain-kain tersebutpun bertumpuk dengan posisi melingkar layaknya sarang ayam ketika bertelur. Dengan tanpa dirapikan terlebih dahulu kain-kain tersebut kemudian dibawa ke kamar.
Prosesi selanjutnya sekaligus sebagai penutup dari rangkaian prosesi upacara tersebut adalah calon ayah dengan menggunakan busana kain sidomukti, beskap, sabuk bangun tulap dan belankon warna bangun tulip, dan calon ibu dengan mengenakan kain sidomukti kebaya hijau dan kemben banguntulap keluar menuju ruang tengah dimana para tamu berkumpul. Di sini sebagai acara penutup sebelum makan bersama para tamu, terlebih dahulu dilakukan pembacaan doa dengan dipimpin oleh sesepuh untuk kemudian ayah dari pihak pria pun memotong tumpeng untuk diberikan kepada calon bapak dan calon ibu untuk dimakan bersama-sama. Tujuan dari makan timpeng bersama ini sendiri adalah agar kelak anak yang akan lahir dapat rukun pula seperti orang tuanya. Pada waktu makan ditambah lauk burung kepodang dan ikan lele yang sudah digoreng.

Maksudnya agar kelak anak yang akan lahir berkulit kuning dan tampan seperti burung kepodang. Sedangkan ikan lele demaksudkan agar kelak kalau lahir putri kepala bagian belakang rata, supaya kalau dipasang sanggul dapat menempel dengan baik. Usai makan bersama, acara dilanjutkan upacara penjualan rujak untuk para tamu sekaligus merupakan akhir dari seluruh acara tingkepan atau mitoni. Sambil bepamitan, para tamu pulang degan dibekali oleh-oleh, berupa nasi kuning yang ditempatkan di dalam takir pontang dan dialasi dengan layah. Layah adalah piring yang terbuat dari tanah liat. Sedangkan, takir pontang terbuat dari daun pisang dan janur kuning yang ditutup kertas dan diselipi jarum berwarna kuning keemasan.

Kesenian Budaya Jawa



Kesenian Budaya Jawa Tengah

Indonesia terdiri dari banyak pulau dan beragam suku dan budaya. Indonesia memiliki banyak suku dan budaya yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Karena beragamnya suku dan budaya di Indonesia, itu menjadi salah satu ciri khas Indonesia dan mampu banyak menarik para wisatawan lokal maupun manca Negara. Kali ini saya akan membuat artikel mengenai Kesenian budaya dari daerah Jawa Tengah.
Kebudayaan Jawa merupakan salah satu sosok kebudayaan tertua di Indonesia. Kebudayaan Jawa mengakar di Jawa Tengah bermula dari kebudayaan nenek moyang yang bermukim di tepian Sungai Bengawan Solo pada ribuan tahun sebelum Masehi. Fosil manusia Jawa purba yang kini menghuni Museum Sangiran di Kabupaten Sragen, merupakan saksi sejarah, betapa tuanya bumi Jawa Tengah sebagai kawasan pemukiman yang dengan sendirinya merupakan suatu kawasan budaya. 

Kebudayaan Jawa Tengah
Jawa Tengah memiliki banyak seni dan budaya. Diantaranya kesenian yang terkenal yaitu batik dan wayang yang kini sudah banyak di kenal bahkan sampai ke manca Negara. Berikut beberapa kebudayaan mengenai daerha Jawa Tengah :

Ø  Rumah Adat Jawa Tengah
Rumah adat Jawa Tengah di kenal dengan nama rumah Joglo. Joglo merupakan rumah adat Jawa Tengah yang terbuat dari kayu. Rumah ini mempunyai nilai seni yg cukup tinggi dan hanya dimiliki orang dari kalangan mampu. Rumah joglo berdenah bujur sangkar dan mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang disebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar.

Ø  Pakaian Adat Jawa Tengah


Pakaian tradisional kaum perempuan Suku Jawa khususnya Jawa Tengah pada umumnya sama yaitu menggunakan kebaya, kemben, dan kain tapih pinjung dengan stagen. Bagi para kaum laki-laki, khususnya kerabat keraton adalah memakai baju beskap kembang-kembang atau motif bunga lainnya. Pada kepala memakai destar (blankon), kain samping jarik, stagen untuk mengikat kain samping, keris dan alas kaki (cemila). Pakaian ini dinamakan Jawi Jangkep, yaitu pakaian laki-laki Jawa lengkap dengan keris.

Ø  Kesenian

  • Batik : Batik tidak hanya terkenal di daerah Jawa Tengah saja tetapi juga di daerah lain di Indonesia pun memiliki balik masing-masing. Namun setiap daerah memiliki motif yang berbeda. Di Jawa Tengah mempunyai motif dasar yang relatif terikat pada pakem tertentu. Motif-motif ini mempunyai sifat simbolis dan berlatarkan kebudayaan Hindu-Jawa. 
  • Wayang Kulit : Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu. 
  • Tari serimpi : Tari Serimpi adalah jenis tarian tradisional Daerah Jawa Tengah. Tarian ini diperagakan oleh empat orang penari yang semuanya adalah wanita. Jumlah ini sesuai dengan arti kata serimpi yang berarti 4. Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi empat penari sebagai simbol dari empat penjuru mata angin yakni Toya (air), Grama (api), Angin (udara) dan Bumi (tanah). Sedangkan nama peranannya adalah Batak, Gulu, Dhada dan Buncit yang melambangkan tiang Pendopo.
  • Gamelan Jawa : Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya Keraton. 
  • Ketoprak : Ketroprak merupakan suatu teater rakyat yang terkenal di Jawa Tengah.

Ø  Adat Istiadat
Ada beberapa adat istiadat yang biasa dilakukan masyarakat Jawa Tengah, diantaranya :
  • Pada saat usia kehamilan 7 bulan, diadakan acara nujuh bulanan atau mitoni.
  • Ketika bayinya lahir, diadakan slametan, yang dinamakan brokohan
  • Acara tedak-siten, yaitu acara dimana bayi yang berusia 245 hari untuk pertama kalinya menginjak tanah. Didalam acara itu si anak di masukkan kedalam kurungan yang sudah dihiasi pernak pernik.
  • Untuk acara pernikahan, biasanya masyarakat Jawa Tengah melakukan budaya pingit atau tidak boleh saling bertemu bagi mempelai pria dan wanita yang akan menikah.
  • Sehari sebelum acara pernikahan, biasanya diadakan acara siraman bagi para pengantin. Dimana air siraman tersebut sudah di campur dengan bermacam-macam bunga.
  • Upacara brobosan, yaitu punya cara melintas di bawah mayat yang sudah di tandu dengan cara berjongkok. 
Sudah dijelaskan beberapa kebudayaan yang ada di daerah Jawa Tengah. Masih banyak kesenian dan kebudayaan yang di miliki daerah Jawa Tengah ini. Dengan mengetahui kebudayaan yang ada di Indonesia mampu membuat kita bangga dengan kekayaan budaya yang di miliki Negara ini. Dan sebagai generasi yang baik seudah sepatutnya kita menjaga dan melestarikan budaya leluhur agar tidak punah dimakan oleh era modern dan budaya asing yang semakin meningkat.

Tokoh Pandawa Dalam Kesenian Wayang


Tokoh Pandawa Dalam Kesenian Wayang
Dalam Nawasari Warta Edisi II telah disebutkan bahwa salah satu jenis wayang adalah wayang Purwa. Di Museum Mpu Tantular Wayang Purwa dipamerkan di Ruang VII yaitu Ruang Koleksi Kesenian.
Untuk mengenal lebih dekat dengan wayang Purwa, maka kita harus mencoba untuk mengenal para pelaku dari wayang tersebut. Biasanya wayang Purwa ceriteranya berkisar antara ceritera Mahabarata atau Ramayana. Dalam ceritera Mahabarata ada pihak PANDAWA dan pihak KURAWA. Untuk kali ini hanya membahas tentang TOKOH PANDAWA.
Asal Usul  Prabu Pandu Dewanata mempunyai dua orang isteri yaitu Dewi Kuntitalibrata dengan Dewi Madrim. Prabu Pandu adalah putra Raden Abiyasa raja dari Astina, sedangkan Dewi Kuntitalibrata adalah putri dari Prabu Kuntibojo raja Mandura, dan Dewi Madrim adalah putri dari Prabu Mandrapati raja Mandraka.
Dari perkawinan Pandu dengan Kunti menghasilkan 3 putra yaitu: Puntadewa, Bratasena dan Arjuna, sedangkan dari perkawinannya dengan Madrim menghasilkan 2 putra, yaitu: Nakula dan Sadewa, yang dilahirkan kembar. Tetapi kedua anak kembar ini mulai kecil diasuh oleh ibu Kunti karena ditinggal mati ayah dan ibunya (Madrim).
Kelima anak Prabu Pandu itulah yang disebut dengan PANDAWA
1. PUNTADEWA.
adalah raja negara Amarta atau Indrapasta. Setelah perang Baratayuda Puntadewa menjadi raja Astina yang bergelar Prabu Kalimataya. Nama lain yang dipakai adalah: Darmawangsa, Darmakusuma, Kantakapura, Gunatalikrama, Yudistira, Sami Aji (sebutan dari Prabu Kresna). Sifatnya: jujur, sabar, hatinya suci, berbudi luhur, suka menolong sesama, mencintai orang tua serta melindungi saudara-saudaranya.
Pusakanya bernama: Jamus Kalimasada, yang mempunyai kekuatan sebagai perlindungan dan petunjuk pada kebenaran serta kesejahteraan. Mempunyai dua isteri yaitu: Dewi Drupadi dan Dwi Kuntulwilaten.
2. BRATASENA.
Setelah dewasa bernama Werkudara. adalah ksatria Jodipati dan Tunggulpamenang. Pernah menjadi raja di Gilingwesi, dengan gelar Prabu Tuguwasesa. Nama lain yang dipakai adalah: Bima, Bayusutu, Dandun Wacana, Kusuma Waligita. Sifatnya: jujur, tidak sombong, jiwanya suci, sangat patuh kepada guru-gurunya (terutama dengan Dewa Ruci), mencintai ibunya serta menjaga saudara-saudaranya. Bila berperang semboyannya adalah menang, bila kalah berarti mati. Bratasena adalah merupakan suri tauladan kehidupan dengan sifat yang jujur dan jiwanya suci.
Pusakanya adalah: Kuku Pancanaka di tangan kanan dan kiri sangat ampuh, sangat kuat dan tajam. Selain kuku pancanaka Werkudara juga mempunyai kekuatan angin (lima kekuatan angin), serta dapat membongkar gunung. Mempunyai dua permaisuri yaitu: Arimbi dan Nagagini. Dengan Arimbi mendapatkan putra bernama Gatotkaca, yang dapat terbang tanpa sayap. Dari perkawinannya dengan Nagagini memperoleh putra bernama Antasena yang dapat masuk ke dalam bumi dan menguasai samodra. Bratasena pada waktu lahir dalam keadaan bungkus. Yang menyobek bungkus tersebut adalah Gajah Situ Seno. Pada waktu itu Gajah Situ Seno masuk ke dalam tubuh Bratasena, sehingga mempunyai kekuatan luar biasa dan bisa menyobek bungkus tersebut.
3. ARJUNA.
Arjuna adalah ksatria Madukara, juga menjadi raja di Tinjomoya. Nama lain yang dipakai sangat banyak, antara lain: Janaka, Parta, Panduputra, Kumbawali, Margana, Kuntadi, Indratanaya, Prabu Kariti, Palgunadi, Dananjaya. Sifatnya: Suka menolong sesama, gemar bertapa, cerdik dan pandai, ahli dibidang kebudayaan dan kesenian.
Arjuna adalah ksatria yang sakti mandraguna, kekasih para Dewa, ia adalah titisan Dewa Wisnu. Istri Arjuna banyak sekali, ia dijuluki lelananging jagad, parasnya sangat tampan dan tidak ada tandingannya. Permaisurinya di arcapada adalah Wara Sumbadra dan Wara Srikandi. Selain itu masih banyak lagi istri-istrinya antara lain: Rarasati, Sulastri, Gandawati, Ulupi, Maeswara, dsbnya.
Permaisuri di kahyangan antara lain Dewi Supraba, Dewi Dersanala pada bidadari di Tinjomaya. Arjuna berjiwa ksatria, berjiwa luhur, suka menolong, serta kesayangan para Dewa. Tetapi ada kelemahan yang tidak boleh diteladani dan ditrapkan pada jaman sekarang yaitu beristri banyak.
4. NAKULA.
Nakula adalah anak ke empat Prabu Pandu Dewanata dengan Dewi Madrim yang lahir kembar dengan Sadewa. Ayah dan ibunya (Madrim) meninggal pada waktu si kembar masih kecil, oleh karena itu sejak kecil mereka diasuh oleh ibu Kunti dengan tidak membedakan antara satu dengan lainnya.
Setelah perang Bratajuda Nakula dan Sadewa menjadi raja di Mandraka dengan Sadewa. Nama lain adalah Raden Pinten. Nakula adalah ahli dalam bidang Pertanian. Pada waktu perang Baratayuda, Nakula dan Sadewa yang bisa meluluhkan hati Prabu Salya (dari pi- hak Kurawa). Sebab Prabu Salya adalah saudara Dewi Madrim, selain itu sebenarnya dalam hatinya memihak pada kebenaran yaitu Pandawa. Akhirnya Prabu Salya memberitahukan kepada Nakula dan Sadewa bahwa yang bisa mengalahkannya hanyalah Puntadewa, karena Puntadewa berdarah putih.
5. SADEWA.
Sadewa adalah anak kelima Prabu Pandu dengan Madrim, dilahirkan kembar dengan Nakula. Setelah perang Baratayuda Sadewa menjadi raja dengan Nakula di Mandraka. Nama kecil Sadewa adalah raden Tangsen. Sadewa adalah ahli dalam bidang peternakan.
Ia kawin dengan Endang Sadarmi, anak Bagawan Tembangpetra dari Pertapaan Parangalas, dan mempunyai putra bernama Sabekti.

Parikan Bahasa Jawa


PARIKAN BAHASA JAWA
Parikan iku unen-unen kang dumadi seka rong (2) ukara. Ukara sepisanan kanggo narik kawigaten, kang kapindho minangka isi. Parikan iki kaya pantun nanging mung rong larik. Parikan migunaake purwakanthi swara. Purwakanthi parikan bisa digawe mawa petungan kang adhedhasar petungan wanda (suku kata).
4 wanda - 4 wanda
wajik klethik, gula jawa
luwih becik wong prasaja
jemek-jemek gulo jowo ojo ngenyek podho konco
4 wanda - 8 wanda
tawon madu, ngisep sari kembang jambu
aja nesu yen ditudhuake luputmu
8 wanda - 8 wanda
kayu urip ora ngepang, ijo-ijo godhong jati
uwong urip ora gampang, mula padha ngati-ati


Tembang Macapat


TEMBANG MACAPAT
Macapat adalah lagu/tembang tradisional klasik Jawa. Macapat juga bisa ditemukan dalam kebudayaan Bali, Madura, dan Sunda. Apabila diperhatikan dari asal-usul bahasanya(kerata basa), macapat berarti maca papat-papat(membaca empat-empat).Cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga di Jawa. Tetapi perkiraan tersebut masih belum pasti, karena tidak ada bukti tertulis yang bisa memastikan. Macapat banyak digunakan di dalam beberapa Sastra Jawa Tengahan lan Sastra Jawa Baru. Kalau dibandingkan dengan Kakawin, aturan-aturan dalam macapat lebih mudah. Kitab-kitab zaman Mataram Baru, seperti Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Kalatidha, dan yang lainnya disusun dengan lagu ini. Aturan-aturan tersebut ada pada:
·         Guru gatra : jumlah gatra/baris tiap bait.
·         Guru wilangan : jumlah suku kata/wanda tiap gatra/baris.
·         Guru lagu : jatuhan suara suku kata tiap gatra/baris.
Urutan tembang macapat tersebut seperti tersebut di bawah ini:
·         Maskumambang
Menggambarkan bayi masih dalam kandungan ibunya, yang belum diketahui jenis kelaminnya, kumambang berarti mengambang dalam kandungan ibu.
·         Mijil
Berarti sudah dilahirkan dan jelas laki-laki atau perempuan.
·         Sinom
Berarti masa muda, yang paling penting untuk pemuda adalah mencari ilmu sebanyak-banyaknya.
·         Kinanthi
Dari kata kanthi atau tuntun yang berarti dituntun supaya bisa menjalani kehidupan di dunia.
·         Asmarandana
Berarti cinta, cinta laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya yang merupakan takdir Ilahi.
·         Gambuh
Dari kata jumbuh / bersatu yang berarti apabila sudah bersatu dalam cinta, perempuan dan laki-laki tersebut bisa menjalani hidup bersama.
·         Dhandhanggula
Menggambarkan kehidupan manusia dalam kebahagiaan ketika berhasil meraih cita-cita.Menemukan jodoh, melahirkan anak, kehidupan yang sejahtera, dsb.
·         Durma
Dari kata darma / sedekah. manusia jika sudah merasa hidup cukup, dalam dirinya tumbuh rasa kasih sayang kepada sesamanya yang sedang kesusahan, sehingga akan tumbuh keinginan untuk berbagi.Hal tersebut didukung juga dari moralitas agama dan watak sosial manusia.
·         Pangkur
dari kata mungkur yang berarti menyingkirkan hawa nafsu angkara murka.Yang menjadi prioritas hidup adalah keinginan unutk berbagi dan peduli dengan sesama.
·         Megatruh
Dari kata megat roh/pegat rohe atau terpisahnya nyawa, ketika takdir kematian datang.
·         Pocung
Ketika tinggal jasad tersisa, dibungkus dengan kain mori putih atau dipocong sebelum dikuburkan.